Jumat, 04 November 2016

Muhadharah, Upaya Pesantren Mencetak Orator Ulung

Muhadharah, Upaya Pesantren Mencetak Orator Ulung
hikayatsantri.photo
Salah satu target pesantren adalah mencetak santri yang ulung dalam berorasi. Yang tegas dalam menyeru ummat. Yang kokoh saat menjadi pemimpin. Yang kuat mental saat menjadi kepercayaan ummat.
Untuk mencapai target tersebut, pesantren menyuguhkan kegiatan muhadharah atau dalam bahasa inggris disebut public speaking sebagai kegiatan ekstrakulrikuler. Pesantren menargetkan alumninya menjadi orator-orator yang tangguh, dai’-dai yang hebat yang menyeru ummat ini ke arah yang lebih baik. Apapun profesi mereka kelak, alumni pesantren diharapkan harus selalu berada di garda paling depan.
Pastinya pesantren selalu berharap alumninya agar selalu menjadi yang terbaik, tapi di sisi lain pesantren  juga tidak bisa menargetkan alumninya agar menjadi ulama semua, ataupun guru semua. Tapi dengan segala kemampuan dan kelebihan mereka masing-masing alumninya diharapkan bisa masuk ke dalam segala ranah kehidupan dengan berbagai profesi. Dengan catatan, profesi tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan pesantren.
Menjadi guru, jadilah guru yang hebat, jadi ulama, jadilah ulama yang intelek, jadi ekonom, jadilah ekonom yang visioner, jadi pejabat, jadilah pejabat yang amanah dan sebagainya.
Karena pesantren tidak bisa memproduksi alumninya untuk menjadi guru semua, ulama semua, karena setiap individu mereka ada bakat tersendiri. Pesantren memberi kebebasan kepada mereka untuk memilih jalan hidup masing-masing dengan tetap mengamalkan nilai-nilai pendidikan pesantren.
Nah, untuk memasuki posisi penting nantinya dalam kehidupan masyarakat, tentu kita harus lebih unggul dari pada yang lain. Pesantren mempersiapakn itu. Pesantren mendidik mental santri melalui kegiatan muhadharah tadi. Pesantren mendidik santrinya untuk mampu berdiri tegak didepan khalayak ramai. Pesantren mengarahkan santrinya untuk menjadi pribadi yang tangguh.
Apapun profesi kita kelak, tentu kita akan selalu berorasi. Menyampaikan sambutan sebagai kepala desa di depan warga. Menyampaikan materi kuliah kepada mahasiwa sebagai dosen. Menyampaikan dakwah kepada di antara jutaan ummat sebagai dai/ulama. Bahkan mempresentasikan makalah, skripsi, produk, jasa dan sebagainya. Semua itu membutuhkan keahlian dalam berorasi dan berkomunikasi.
Masyarakat kurang menghargai, bahkan tidak mendengar di saat orasi kita tidak jelas, tidak tegas, tidak lantang, tidak berpengaruh. Maka melalui kegiatan muhadharah santri inilah, menjadi salah satu upaya pesantren mewujudkan semua itu.
Seorang Mus’ab bin Umar tidak akan dipilih oleh Rasulullah menjadi duta pertama ke Kota Madinah jikalau ia tidak mahir dalam berkomunikasi dan retorika yang hebat. Seorang Zainuddin Mz tidak akan menjadi da’i sejuta ummat jikalau dakwahnya kurang menarik, AA Gym tidak akan sukses Pesantren Darut Tauhidnya dengan beserta program managemen qalbunya jikalau penyampaiannya tidak mengugah. Seorang Jokowi pun tidak akan dipilih menjadi presiden jikalau orasi politiknya tidak berpengaruh. Ada banyak orang sukses di dunia ini dimulai dari orasi, komunikasi dan retorika yang hebat.
Tidak habis disitu, pesantren juga mendidik santrinya untuk menjadi orator yang penuh dengan kesiapan materinya. Mereka diwajibkan untuk membuat teks pidato terlebih dahulu sebelum tampil pada waktu yang telah ditentukan, kemudian teksnya di serahkan kepada supervisor atau gurunya untuk di perbaiki, di ishlah jika ada hal yang salah atau kurang tepat. Karena mejadi orator juga harus punya target dari apa yang ia sampaikan, dan catatan itu sangat penting. Karena manusia diantara kesalahan dan kelupaan.
Selama kita menjadi pemimpin, tentu tidak selalu menjadi orator. Pasti kita akan menjadi audience ataupun penonton suatu saat nanti. Karena kita tidak selamanya berkuasa, kadang di bawah kadan diatas. Pesantren pun, mendidik santrinya bagaimana menjadi audience yang baik, yang selalu menghargai temannya yang sedang berpidato, yang menyimak dengan baik apa yang temannya sampaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap isi pidato tersebut.
Lebih dari itu pesantren juga mengatur tentang pakaian seorang orator. Bagi santri yang menjadi orator, maka mereka harus menggunakan pakaian yang lebih rapi dari pada audience. Karena pakaian seorang orator akan menentukan keseriusan, kepercayaan diri yang kuat dan menjadi pemicu kita terlihat elegan sebelum mulai berpidato. Karena Libasukum Yukrimukum Qabla Julusukum, wa ‘ilmukum yukrimukum ba’dal Julus, artinya kamu akan dihargai sebelum kamu duduk karena pakaianmu, dan kamu akan dihargai karena ilmumu/pengetahuan/sopan santun setelah kamu duduk.
Mendidik mental santri sangat penting. Mental yang kuat akan membuat mereka mampu bertahan dalam segala keadaan. Latihan Muhadharah ini salah satu upaya pesantren untuk melahirkan santri-santri yang bermental baja, yang mahir dalam berkomunikasi, beretorika yang dapat menggugah dan mengubah.

Sekian !

Bagikan

Jangan lewatkan

Muhadharah, Upaya Pesantren Mencetak Orator Ulung
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.