PM Modern Gontor, Photo : Google |
Sejak Beredarnya inisiatif Menteri
Pendidikan Baru, Muhadjir Effendy tentang sekolah full day banyak
sekali tulisan ataupun ulasan bertebaran di media sosial, ada yang pro ada yang
kontra. Pro kontra memang hal yang wajar terjadi dalam setiap keputusan maupun
wacana. Dari sekian banyak ulasan di media sosial lebih dominan dari mereka
yang tidak setuju dengan wacana Pak Menteri tersebut, bahkan tidak sedikit dari
mereka yang mencaci dan sebagainya.
Wacana beliau tidak terlepas dari kerisauan
beliau terhadap pendidikan anak saat ini. Adanya kasus-kasus yang menunjukkan
degradasi moral pada siswa dan sebagainya. Seperti yang baru-baru ini terjadi,
Guru menegur murid saja, sudah menjadi masalah besar saat ini. Mau jadi apa bangsa
Indonesia ini jika anak didik bermental kerupuk? Karakter anak didik sudah
lumpuh, sehingga melahirkan generasi yang jauh dari akhlakhul karimah. Selain itu
beliau juga khawatir terhadap metode ujian yang berlaku selama ini jawaban
pilihan ganda. Mungkin itu salah satu dari kerisauan beliau sehingga munculnya
wacana tersebut.
Apa sebenarnya yang beliau maksud dari
sekolah Full Day? Apa siswanya belajar terus menrus dalam kelas dari pagi
hingga petang ?
”Full
day school ini tidak berarti peserta didik
belajar seharian penuh di sekolah, tetapi memastikan bahwa peserta didik dapat
mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler. Saat ini sistem belajar tersebut masih dalam
pengkajian lebih mendalam,” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang
ini dalam siaran pers yang diterima SP di Jakarta, Selasa,(9/8) (Dikutip dari beritasatu.com)
Ternyata ini maksud Pak Menteri.
Ketika wacana ini muncul, saya teringat
pada sistem pendidikan pesantren, yang sebenarnya pesantren sudah lebih
dahulu menerapkan sistem tersebut, bahkan kami bukan full day saja tapi
juga full night, dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Totalitas kegiatan santri dari mulai
bangun tidur hingga tidur kembali itulah pendidikan bagi pesantren, apa yang
mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka
kerjakan itulah pendidikan. Tentunya hal yang mereka dengar kerjakan dan
sebagainya dalam hal bermanfaat dan kebaikan.
Saya juga sangat terkesan dengan tulisan
kiriman teman di salah satu grup WA tentang Pesantren Sekolah Full Day dan Full
Night ini. Berikut kami lampirkan materi tulisannya, semoga bermanfaat !
Tersenyum mendengar perdebatan di media massa terkait Full
day school. Beberapa bahkan sampai pada pertanyaan yang agak menggelitik:
memang gurunya mau di bayar berapaa?
Pertanyaan itu lantas loncat kedalam konteks dimana kami
berkutat: pesantren. Lah kalo Full Day and Night School kaya pesantren lantas
bagaimana? Pesantren kan tak ada batas waktunya? 24 jam mendidik. 24 jam
mengawasi santri. 7 hari seminggu. Libur hanya 6 bulan sekali. Siang malam
menjalankan program. Tak hanya di kelas. Mandi, makan, tidur semuanya jadi
kurikulum.
Lalu, ya itu tadi: emang gurunya dibayar berapa?
Pertanyaan itu mengungkapkan pemahaman bawah sadar masyarakat
yang sangat serius. Bisa jadi menandakan pemahaman bahwa pendidikan sudah
menjadi komoditas yang bersifat transaksional. Take and give. Murid membayar,
guru dibayar.
Hal yang insya Allah tidak didapati di pondok pesantren yang
hakiki karena memang pesantren sejatinya tidak memakai sistem transaksional dan
ukuran duniawi seperti ini.
Semangat pesantren yang ada hanyalah give, give dan give. Tidak
ada take and give.
Wakif ikhlas mewakafkan lahannya. Kyai ikhlas memimpin. Guru
ikhlas mendidik. Santri ikhlas dididik. Walisantri ikhlas menyerahkan putra
putrinya untuk dididik.
Itulah kenapa beban kerja pendidik di pesantren tidak bisa
dihitung pakai matematika dunia. Apalagi jika sampai dihitung perjam pelajaran.
Apalagi sampai pakai hitungan lembur pula. Karena niat mereka memang bukan
bekerja mencari penghasilan seperti layaknya pegawai di instansi instansi
lainnya.
Dalam sistem pesantren, santri hanya membayar apa yang mereka
pakai. Makanan, listrik, air dan sebagainyab. Self berdruiping system. Bersama memakai
bersama membayar.
Tidak ada rumusan santri membayar guru.
Mendidik santri adalah bentuk perjuangan. Bentuk pengabdian
kepada agama dan bangsa.
Lalu bagaimana mereka menghidupi keluarga mereka? Itulah rahasia
keberkahan yg dijanjikan Allah SWT kepada siapapun yang mau membantu agama-Nya.
In tanshurullaah yanshurukum wa yutsabbit aqdamakum. Burung saja keluar sarang
sudah dijanjikan rezekinya oleh Sang Maha Pemberi Rezeki.
Transaksional? Bukan tempatnya di pesantren. Apalagi jika hanya
berfikir mengambil apa yang ada di pesantren.
Dari model proses pendidikan yang terjaga niat keikhlasannya
inilah diharapkan didapatkan keberkahan ilmu dan Ridha Ilahi.
Bagikan
Baca ini ! Pesantren, Sekolah Full Day Full Night
4/
5
Oleh
Kasel